Pemerintah Mau Bikin Konsorsium Credit Scoring, Ini Fungsinya

18 hours ago 2
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) berencana untuk membangun konsorsium penilai Innovative Credit Scoring (ICS) dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Secara umum credit scoring merupakan sistem penilaian terhadap kemampuan seseorang dalam membayar kewajiban pinjamannya, termasuk kredit usaha rakyat (KUR). Biasanya credit scoring hanya menggunakan data konvensional, seperti data identitas, data biro kredit dan data perbankan.

Sementara, sistem penilaian ICS menekankan pada penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) untuk menganalisis kemampuan membayar calon debitur secara dinamis dan menggunakan sumber data alternatif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius, mengatakan konsorsium ini nantinya akan bertugas untuk mengatur, mengawasi dan menentukan kriteria ICS yang akan diterapkan oleh perbankan.

Terkait inisiasi pembentukan konsorsium ini menurutnya juga sudah dibicarakan oleh Menteri Koperasi UKM Teten Masduki bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menko Ekonomi Airlangga Hartarto, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.

"Kami akan membentuk konsorsium yang terdiri dari Menko Perekonomian, OJK, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koperasi sendiri menjadi salah satu anggota konsorsium," kata Yulius dalam konferensi pers penerapan ICS di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Yulius menjelaskan metode penilaian ICS nanti diusulkan menggunakan dimensi data alternatif seperti data telekomunikasi, BPJS, penggunaan listrik, transaksi e-commerce dan lainnya. Menurutnya data-data ini dapat digunakan untuk melihat pengeluaran atau kemampuan keuangan mereka.

Menurutnya penerapan sistem ICS ini nanti dapat membantu pemerintah dan bank penyalur KUR untuk menjaring UMKM yang tidak bisa mengajukan pinjaman atau KUR karena alasan tertentu seperti belum punya catatan kredit atau tidak memiliki angsuran, meskipun mereka sebetulnya memiliki Kelayakan untuk mengajukan pinjaman.

"Jika pada awalnya credit scoring hanya menggunakan data konvensional seperti data identitas, data biro, kredit, dan data perbankan. Namun dalam data tersebut ternyata tidak cukup untuk dijadikan penilaian. Dikarenakan masih terdapat UMKM yang sebenarnya layak namun tidak memperoleh kredit," terangnya.

Yulius mengatakan sistem ICS ini juga sudah diujicobakan kepada 72.004 debitur UMKM. Dalam hal ini ia menyebut sistem ICS terbukti mampu meningkatkan penilaian pemberian pinjaman perbankan kepada calon debitur yang tidak terjaring dengan sistem credit scoring konvensional.

"Kami telah dilakukan Pilot Project dengan menggunakan 72.004 data kredit produktif dengan hasil tingkat persetujuan kredit bertambah 5% dengan tingkat risiko NPL tetap terjaga pada nilai yang sama dengan skoring data konvensional yaitu antara 0,6% - 0,7%" kata Yulius.

"Artinya dengan menggunakan (sistem ICS) ini data yang tertangkap, data yang bisa kita gunakan dalam UMKM ini dia naik, namun jumlah risikonya tidak berubah," terangnya lagi.

(fdl/fdl)

Read Entire Article