Kemenperin Ramal Bakal Terjadi Gelombang PHK di Industri Tembakau

14 hours ago 2
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Rencana pemerintah menerapkan aturan standarisasi kemasan atau kemasan polos tanpa rokok menuai polemik. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan aturan tersebut berpotensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) baik di industri tembakau maupun industri pendukungnya.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan mengatakan apabila kebijakan tersebut diterapkan akan terjadi penurunan produksi yang cukup signifikan. Padahal warung-warung kelontong hampir sebagian penjualan hariannya berasal dari rokok.

Selain itu, larangan berjualan produk tembakau radius 200 meter dapat menyebabkan outlet penjualan menjadi berkurang. Imbasnya, keuntungan penjualan harian menjadi berkurang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Artinya kalau dari sisi market ada tekanan itu akan berdampak kepada sisi produksi. Sisi produksi ada tekanan, akan berdampak kepada tenaga kerja. Tenaga kerja, ada dampak di tenaga kerja ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Jadi, ya ini secara keseluruhan akan berdampak kepada perekonomian nasional kita," kata Merri saat ditemui di Perle Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (19/9/2024).

Dia menjelaskan apabila ada kebijakan yang dapat menekan sisi produksi, tentunya industri akan membuat kebijakan khusus untuk melakukan efisiensi di mana-mana, termasuk di tenaga kerja.

Padahal industri tembakau dapat bertahan di era pandemi covid-19. Dia bilang pada masa pandemi, industri tembakau tidak melakukan PHK. Dia pun mempertanyakan mengapa usai pandemi, pemerintah justru menerbitkan kebijakan yang dapat menekan industri tembakau.

"Kalau tadi itu (potensi PHK) pasti ada. Kalau memang pasar kita berkurang, penjualan berkurang pasti dari sisi produksi kan dikurangi. Pengurangan produksi ini akan membuat satu kebijakan khusus di industri masing-masing untuk melakukan efisiensi di mana-mana. Efisiensi itu ya pada akhirnya juga akan melakukan efisiensi di tenaga kerja," jelasnya.

Lebih lanjut, PHK itu tidak hanya terjadi di industri tembakau saja, melainkan industri pendukungnya, seperti industri kertas dan industri filter. Padahal banyak masyarakat Indonesia yang bergantung pada sektor industri tersebut. Meski begitu, dia menyebut pihaknya belum memperkirakan atau menghitung berapa besar PHK yang terjadi di industri tembakau. Namun, dari pelaku industri hasil tembakau memang telah menyatakan akan berdampak negatif.

"Dan banyak masyarakat Indonesia yang bergantung kehidupannya kepada sektor industri hasil tembakau ini. Baik itu dari petani tembakau, petani cengkeh, pekerja langsung di industri hasil tembakaunya dan pekerja di industri-industri pendukungnya, seperti di industri kertas, industri filter. Itu banyak. Jadi, harus mempertimbangkan," terangnya.

Sebelumnya, Kemenkes menerbitkan PP 28/2024 yang menuai penolakan dari berbagai stakeholders, termasuk ekosistem pertembakauan. Saat ini, Kemenkes tengah merampungkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan pelaksana dari peraturan tersebut yang juga menuai penolakan dari berbagai kalangan.

(rrd/rrd)

Read Entire Article